Dengan memperhatikan aspek aspek di atas maka hal yang sangat esensial dalam mendorong proses dmokrasi dalam kerangka yang lebih luas di mana ia tidak dapat di lihat dari sudut pandang perluasan civil liberties belaka mmelainkan harus juga meliputi perluasan social justice
Berbagai kegamangan dan implikash mendasar dari pilkada dan pelaksanaan di atas sebenarnya cerminan adalah megenai arah transisi demokrasi yang saat ini berlangsung di Indonesia pada umumnya dan khusus kab bantaeng sendiri. Transisi politik ini ternyata terjebak pada jeratan mekanisme demokrasi yang bersifat semata tanpa bisa menjadi sebuah fasilitas yang menjamin realisasi cita cita keadilan social dan partisipasi rakyat yang sejati.
Proses politik semacam ini sebuah peringatan bahwa. Tanpa ada koreksi mendasar. Corak demokrasi liberterianlah konsolidasi demokrasi di Indonesia khusus kab bantaeng kedepan. Suatu corak demokrasi elitis dan delegatif yang membatasi kesempatan atas partisipasi yang penuh hanya sejumlah kecil waga negara lain yang di era ketergantungan akan kebutuhan ekonomi dan social paling dasar, di biarakan lepas dari intervensi model demokrasi legal itu hingga akhirnya kian tersisi dari sebagian besar kehidupan social, budaya maupun partisipasi politik yang mendasar.
Secara filosofis, demokrasi libertarianlah pada intinya memang berpandangan bahwa transisi politik yang terjadi sebisah mungkin ditujukan untuk menghapuskan intervensi negara terhadap individu individu dan mekanisme pasar.Di sini, negara yang paling tepat paham ini adalah minimum state, suatu pandangan yang di dasari oleh argumen bahwa negara yang bukan minimum state berpotensi untuk mengancam dan mengerus kebebasan individu. Karenanya peran negara harus di batasi secara efektif; kebebasan politik terus di perluas, sementara dalam bidang ekonomi pasar bebas perlu di maksamimumkan. Di wilaya politik dan hukum, ide politik libertarian sangat bersifat right centered dengan menganggap semakin luas jenis jenis hak individual di akui oleh negara maka semakin demokratis suatu negara. Dalam praktiknya gagasan ini tercermin dalam wacana( H A M) yang sangat memberikan prioritas pada isu isu hak hak dan kebebasan sipil dan politik semata mata.
Namun berbagai keterbatasan dalam pelaksanaan pilkada sesunggunya adalah suatu bukti yang memberikan maklumat bukan saja keterbatasan segi segi teknis dari proses rekrutmen kepemimpinan politik ini. Tetapi lebih lebih juga keterbatasan landasan ideologisnya yaitu demokrasi libertarian. Setidak tidaknya ada tiga kelemahan pokok dari gagasan politik libertarian. Pertama,kecendrungan alergi terhadap state (melihat negara sebagai lokasi utama) yang demikian kuat bertubi tubiyang di tekankan pada faham libertarian sebagaimana kekawatiran james petras seorang pengamat, yang berakibat pada penghacuran aspek aspek pokok kapasitas negara social yang penting juga di kemukakan disini dalam konteks Indonesia,kecendrungan tersebut berakibat pada terbentuknya sinisme dunia dan aktivitas politik, padahal pada situasi paska otoritarian, keterlibatan politik warga merupakan prasyarat mutlak bagi pembangunan social dan politik.dengan perkataan lain, faham libertarian dan konsep demokrasi legal memiliki bakat untuk melunturkan social capital dan partisipasi.
Kedua, isu kebebasan yang di dengungkan kaum libertarian secara kurang hati hati justru akan dengan mudah di jadikan sandaran bagi kepentingan – kepentingan pasar bebas dan kekuatan pasar internasional untuk menguasai wilaya-wilaya publik lainnya. Dengan kata lain,gagasan ini tidak peka dalam melihat implikasih ekonomi politik dari privatisasi dan lemahnya negara, yakni menguritnya kapitalisme dan dominasi baru dari pasar, sebagamana terlihat dari sejumlah privatisasi belakangan ini yang telah makin mengasingkan golongan miskin dari banyak akses publik seperti sekolah, transportasi murah, rumah sakit dan pelayan kesehatan,dsb
Ketiga, sebagai akibat dari orientasi yang berlebihan terhadap institusi formal dan instrumen legal, pandangan lbertarian dalam hal yang sangat fundamental telah gagal melihat peran dan kekuatan agenda setting dari faksi faksi konservatif (mlitirisme, laskar laskar sipil, industrialis perusak lingkungan, pemilik budak dsb) dalam rangka melanggenkan hubungan dominasi lama. Pada akhirnya gagasan harus puas pada kenyataan yang mengambarkan kesan bahwa negara begitu liberal sebagai akibat dari formalisme dalam pluralisme kehidupan politik sementara hubungan dominasi dan kekerasan mala terjadi dan meluas di tengah- tengah masyarakat. Disini bisa di simpulksan bahwa gagasan libertarian yang mendasarkan diri pada argumen neoliberal mengalami kegagalan yang mendasar terutama dalam menafsirkan hubungan antara kebebasan pentingnya kebebasan politik, negara( intergrasi social) dan dominasi.
Lebih jauh lagi , selain problem paradigma di atas kita juga perlu melihat factor factor eksternal baru dalam masyarakat . Indonesia meski kepemimpinan rejim otortarian telah berlalu hampir setengah dasawarsa lalu dan pergantian kepemimpinan politik belangsung bebrapa kali , namun kita harus berhadapandengan sejumlah masalah fundamental kepolitikan seperti semakin menguatnya korupsi serta politik suap dan meluasnya politik kekerasan baik dalam bentuk –bentuk kekerasan komunal maupun kekerasan politik resmi . selain itu system multipartai serta liberalisasi polituk sama sekali belum mampu menghasilkan system prosedur plitik yang rasional . deliberatif yang menjamin paritsi politik otentik masyarakat . gejalah semacam terlihat secara jelas dalam kegagalan serta kebuntuan aspirasi akar rumput dalam penataan susunan kekuasaan daerah khusus kab bantaeng . artinya keberadaan partai politik tidak dengan serta merta meningkatkan kuwaltas dan mutu demokrasi serta partisipasi politik masyarakat . selain masalah masalah rutine politik diatas , demokrasi di Indonesia juga masih terus berurusan dengan masalah lain yang sifatnya skturural dan berpengaru terhadap intergrasi social serta masa depan natioan state sebagaimana terlihat dalam knflik Kekerasan inetnal di Indonesia sendiri sepert di Ace dan papua , dan ketengangan antarah komunitas berbasiskan pada primodalisme dan sektarisme . dalam praktik dan paragdima kekuasaan yang lama, gejalah- gejalah semacam ini bukannya di tafsirka dalam kerangkah kebutuhan akan pendekatan multikuturlaisme dam polientenitas yang baru , malah dengan gampang di tafsirkan dalam kerangkah dalam ortodoksi pendekatan nation sekuriti yang pada ujung mengedepankan represi dan politik keaman alah Orde baru. dengan kata , lain melalui gejala gejala ini kita di yakinkan bahwa masih terdapat kembalinya model- model penyelesaian social dengan gaya militerlistik.
Dengan melihat praktik demokrasi legal/libertariansebagaimana telah berlangsung selama ini maka secara ringkas bias disimpulkan beberapa kelemahan mendasar yang merupakan kemungkinan besar terburuk dari system demokrasi ini ,yakni; Demokrasi legal tidak mampu memberikan landasan fundamental bagi keadilan sosialdan membangun soli8daritas social.
Demokrasi legal justru telah melahirkan penumpukan sumber daya politik dan ekonomi serta mematikan partsispasi politik popular , yang secara ironic justru menghancurkan subtansi demokrasi sendiri.
Demokrasi legal selalu rinci terhadap instabilitas dan disintergrasi social .
Dengan memperhatikan aspek aspek di atas maka yang sangat esensial dalam mendorong proses demokrasi di bantaeng adalah dengan memahami konsep demokrasi dalam kerangkah yang lebih luas di mana ia tidak dapat dilihat dari sudut pandang civil liberties belaka melainkan harus juga meliputi perluasan social justice. Untuk mencapai perluasan pemahaman tersebut maka yang pertama tama di perlukan adalah memperluas terlebih dahulu konsepsi dari demokrasi itu sendiri . oleh takis fotopolus , yaitu menafisrkan ulang Demos sebagai penggalan kata akar dan kata dmokrasi. Lihat lebih jauh fotopulos , takis(1997) toward an inclusive Democrasi (London;New york;cassel) Demos selama ini selalu ditasfirkan dalam kerangkah semata yakni sebagai prosedur yang di gunakan oleh orang banyak . publik atau komunitas luas . dengan memperkokoh pengertian kembali Demos sebagai realisasi atau eksepersi maksimum dari kehendak orang banyak , makah keadaan Dmotik (kehendak oleh publik) haruslah menjadi cirri pokok suatu keadaan atau sifat demokrasi.
Menurut fotopolus , baik ekonomi pasar bebas sebagaimana di kehendaki faham kapitalisma maupun ekonomi sentarlistik sebagai mana dihendaki oleh faham komunisma memiliki unsure yang sama yakni; penumpukan atau sentralisasi sumber daya (atau otoritas ). Ekonomi pasar kapitalistik mengadaikan oligarki dan berkecendrungan untuk monopolistik begitu pun dalam komunisme . penumpukan semacam bertentangan secara esensialdengan demokrasi yang mengadaikan Demotik.
Untuk mencapai kesusaian itu, maka fotopolus mengusulkan hal sebagai berikut; pertama,dari segi subtansi, demokrasi haruslah di artikan secara iklusif dengan melibatkan cirri pokok sebagai berikut , kebebasan haruslah di artikan baik sebagai indvidual freedom.
JURNALIS ISLAHUDDIN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar